skip to Main Content
ANJUNGAN GORONTALO

Matoduwolo!

Berkat posisinya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara), Gorontalo, tanah kaya sejarah yang telah ada sejak lebih dari 400 tahun yang lalu, menjadi pusat pendidikan dan perdagangan. Di sini, budaya musyawarah dijaga secara turun temurun lewat Badan Musyawarah Rakyat atau Bantayo Poboide, yang diketuai oleh seorang Bate dan melibatkan semua pihak untuk pembuatan keputusan.

Mengunjungi Gorontalo tak lengkap tanpa menyelami destinasi pantainya yang menakjubkan. Pantai Bolihutuo, Taman Laut Olele, Pantai Teluk Tomini, Pantai Indah, Pantai Karang Citra, Pantai Marisa, Pantai Boalemo Indah, Pulau Limba, hingga Pantai Pasir Putih Tilamuta menanti untuk dijelajahi. Tak hanya itu, jangan lewati aneka kuliner roti, kue, dan kue kering khas Gorontalo yang kental akan sentuhan Belanda.

Di TMII, anjungan Gorontalo menghadirkan rumah adat Ma’lihe yang diambil dari kata mahligai. Tempat tinggal penduduk lokalnya umumnya berbentuk rumah Ma’lihe atau Potiwoluya, yaitu rumah panggung berbentuk bujur sangkar atau persegi empat yang didirikan diatas tiang dengan ketinggian antara satu sampai empat meter. Dengan atap daun rumbia dan dinding anyaman bambu, setiap rumah memiliki kamar tidur, serambi, dapur, dan ruang tamu, dengan ukiran bermakna di atas pintu.

Rumah adat ini menjadi tempat peragaan budaya Gorontalo, dengan sepasang penari Saronde di halaman, tarian khas pernikahan. Pelaminan (Puade) di ruang depan rumah digunakan dalam upacara pengantin sunat dan Buhutalo, yaitu upacara menyambut haid pertama anak gadis bangsawan.

Ada pula dua pasang pakaian pengantin, yaitu Wolimomo untuk pernikahan dan Biliu untuk setelah akad nikah. Kamar-kamar di dalamnya juga memiliki tempat tidur pengantin dan benda-benda budaya khas Gorontalo.

TAHUKAH KAMU?

Pengaruh agama Islam sangat kental di dalam kehidupan masyarakat Gorontalo. Mereka memegang teguh falsafah “Adati hula-hula’a to Sara’a, Sara’a hula-hula’a to Kuru’ani”, yang artinya  “Adat Bersendikan Syara’, dan Syara’ Bersendikan Kitabullah” dan tercermin dalam kebudayaan dan pedoman hidup masyarakatnya

Matoduwolo!

Thanks to its strategic position facing the Tomini Gulf to the south and the Sulawesi Sea to the north, Gorontalo—a land steeped in over 400 years of history—has long been a center of education and trade. Here, the tradition of communal deliberation is preserved across generations through the People’s Consultative Body, known as Bantayo Poboide, led by a Bate and involving all parties in the decision-making process.

A visit to Gorontalo would not be complete without exploring its breathtaking coastal destinations. Beaches such as Bolihutuo, Olele Marine Park, Tomini Bay, Indah Beach, Karang Citra, Marisa Beach, Boalemo Indah, Limba Island, and Tilamuta White Sand Beach are waiting to be discovered. In addition, local culinary specialties like Dutch-influenced breads, cakes, and pastries offer a unique taste of Gorontalo’s colonial past.

At TMII, the Gorontalo Pavilion presents the traditional Ma’lihe house, derived from the word mahligai (palace). Locals typically reside in Ma’lihe or Potiwoluya houses—square or rectangular stilt houses built on pillars ranging from one to four meters in height. Featuring thatched rumbia roofs and bamboo woven walls, these homes include a bedroom, veranda, kitchen, and living room, with symbolic carvings adorning the doorways.

The traditional house serves as a cultural stage where Gorontalo’s heritage comes to life. In the courtyard, a pair of dancers performs the Saronde Dance, a traditional wedding ritual. The bridal platform (Puade) in the front room is used during circumcision wedding ceremonies and Buhutalo, a rite of passage marking a noble girl’s first menstruation.

Displayed inside are two traditional wedding costumes: Wolimomo for the wedding ceremony and Biliu for after the marriage rites. The rooms also feature bridal beds and various cultural artifacts that reflect the identity of Gorontalo.

DID YOU KNOW?

Islam plays a deeply rooted role in the lives of the Gorontalo people. They live by the philosophy: “Adati hula-hula’a to Sara’a, Sara’a hula-hula’a to Kuru’ani”, which means “Customs are founded upon Sharia, and Sharia is founded upon the Quran.” This belief shapes both their cultural values and way of life.

ANJUNGAN LAINYA
Jl Raya Taman Mini, Jakarta Timur. DKI Jakarta, Indonesia.
Kunjungi halaman ‘tiket‘ untuk informasi jam layanan TMII
(+62) 81188820220
cs@tamanmini.com
Kebijakan Privasi
e-Procurement
Powered By
Jelajah Cerita Indonesia
Back To Top