Salama engka!
Sulawesi Selatan, provinsi yang dikenal dengan kuliner lezat seperti Pisang Epe, Es Pisang Ijo, Barongko, Coto Makassar, Sop Konro, Ikan Bakar Parape, dan Songkolo Bagadang, menyajikan pengalaman unik yang tidak dapat ditemui di tempat lain.Â
Suku Bugis, Makassar, dan Toraja menghuni provinsi yang mempunyai luas sekitar 82.768 km². Suku Bugis dan Makassar mendiami pesisir pantai selatan, timur dan barat, sedangkan suku Toraja mendiami dataran tinggi atau area pegunungan dengan ketinggian 700-1.200 meter di atas permukaan laut.
Anjungan Sulawesi Selatan di TMII menampilkan tiga rumah adat, yaitu Rumah Tongkonan dari suku Toraja, Rumah Balla Lompoa dari suku Makassar dan Rumah Bola atau Souraja dari suku Bugis.Â
Di area Bugis-Makassar, rumah bangsawan memiliki detail yang berbeda dengan rumah rakyat biasa. Di dalamnya, ada Rakkeang (Bugis) atau Pammakkang (Makassar) untuk menyimpan benda-benda pusaka, padi dan persediaan makanan yang lain. Ada pula Kale Balla yang terdiri dari ruang tamu, ruang tidur dan ruang makan, serta Awasao atau Passiringan untuk memelihara ternak dan menyimpan alat-alat pertanian. Selagi di sini, jelajahi Sulawesi Selatan lewat peragaan hasil perburuan dan hasil hutan, serta anyaman dan peragaan busana dari masing-masing suku.
Sementara itu, rumah adat Toraja umumnya menghadap ke utara, dengan atap yang berbentuk perahu wangka (Bugis) dan dihiasi ukiran berwarna merah, putih, kuning, dan hitam. Tanduk kerbau di depan rumah menjadi sebagai jumlah pemilik rumah yang mengadakan pemakaman adat.
Suku Toraja yang memiliki upacara pemakaman yang lebih mahal dibandingkan upacara pernikahan ini menampilkan ornamen di depan rumah untuk mencerminkan status pemiliknya. Tiga pasang kepala kerbau (Kabonga) menjadi simbol kebangsawanan, sedangkan deretan lumbung padi (alang) berukir di depan rumah menunjukkan status kekayaan pemilik rumah.Â
TAHUKAH KAMU?
Dalam pandangan orang Toraja, kerbau, khususnya tedong bonga, dianggap sebagai makhluk magis. Sang kerbau dihormati sebagai kendaraan roh di perjalanan akhirat, sehingga perannya sebagai kurban upacara pemakaman menjadi tak ternilai. Pada upacara pemakaman khusus untuk bangsawan, tak jarang, kerbau dan babi yang dipotong mencapai ratusan ekor.